: Bait Bait Jiwa: CURHAT SEORANG MAHASISWA JOGJA TENTANG SALAFY WAHABI

Monday, March 14, 2016

CURHAT SEORANG MAHASISWA JOGJA TENTANG SALAFY WAHABI

Pertama kali saya tahu kajian-kajian salafi (wahabi–red) itu sekitar 2006. Pas kuliah di Jogja. Sebelum itu saya fanatik dengan agama lokal dari kampung halaman di Situbondo. Jadi, pas awal pindah ke Jogja dan tinggal di rumah nenek, saya nggak mau jumatan di mesjid dekat rumah, sebab adzannya 1x, nggak kayak di kampung halaman, adzan 2x, khotibnya pegang tongkat, dan sebelum khotbah biasanya ada salah 1 jamaah yang berdiri terus bilang “Yaa ma’syarol muslimin…” dst..

Ketika tahu mesjid dekat rumah nggak seperti itu, saya nggak mau jumatan di situ, memilih jalan jauh ke mesjid kampus UGM, padahal ya sama saja adzannya juga 1x, tapi saya sudah terlanjur “alergi” dengan orang-orang di mesjid deket rumah itu, mereka pakai celana cingkrang, jenggotan. Hih. Ogah, mending ke mesjid kampus UGM yang jamaahnya lebih umum, masih ada yang pake celana jin.

Waktu itu saya tahunya mereka yang cingkrang itu Muhammadiyah… Dan menurut ajaran dari kampung, Muhammadiyah itu nggak tahlilan, sementara kita NU tahlilan. Gitu aja definisinya, tanpa ada niat nyari tahu kok bisa beda? Kan pasti ada alasannya? Lalu yang lebih mendekati kebenaran yg mana? Nggak ada pikiran semacam itu. Pokoknya kalau sudah lahir di keluarga NU ya sudah ikut saja. Apalagi sejak kecil sudah dibangun sentimentalisme kefanatikan seolah Muhammadiyah itu aneh.

Ke-alergian terhadap orang-orang di mesjid dekat rumah itu berlangsung sekitar 2 tahun. Sampe suatu masa, di Jogja lagi rame kasus mahasiswa yang tiba-tiba direkrut oleh semacam gerakan baiat gitu, sehingga tiba-tiba nggak mau ngobrol sama orangtuanya karena orangtua dianggap kafir (naudzubillah).

Pokoknya entah aliran apa namanya, NII apa ya? Wuih itu ngeri. Teman sekelas saya, cewek, ada yang kena gerakan itu. Bahwa Indonesia bukan negara islam, kita harus bikin negara islam, bla bla bla… Saya lalu berhati-hati. Kalau kebetulan ke kampus MIPA selatan, di seberang kampus ada masjid Al Hasanah, di mesjid itu perempuannya pakai cadar hitam-hitam, saya sering bilang, “Itu pasti yang aliran sesat.”

Di periode itu, model ikhwan-akhwat dalam sebuah wadah bernama liqo’ juga mulai menjamur di kampus. Ada seorang sahabat yang keren digandrungi akhwat-akhwat, dia kalo lagi nggak ada jam kuliah nongkrongnya di musholla, ngobrol sama akhwat di balik hijab. Saya iri, kan kepingin juga didekatin cewek-cewek.

Apalagi waktu itu ada akhwat yang cantik sekali, yang membuat saya tahu diri, siapalah saya ini, jenggot tipis aja nggak punya, nggak ada potongan seorang ikhwan…. Namun demi mendapat perhatian, itu jadi semacam titik tolak untuk berniat belajar agama (nggak ikhlas banget niatnya…) Saya segera rajin lihat papan pengumuman yang terpajang di musholla. Lihat ada poster acara apa yang berhubungan dengan agama. Nyari yang gratisan.
Maka, acara agama yang pertama saya datangi itu acaranya Hizbut Tahrir, dalam keadaan saya awam tentang kelompok ini, yang penting kan datang aja biar keren dan kelihatan alim dapat sertifikat. Waktu itu acaranya di Aula Fakultas Pertanian. Jadi bukan mesjid, melainkan kayak seminar, duduk di bangku-bangku kuliah, ada meja-meja melingkar dibikin kelompok, lalu ada layar proyektor, slide, gitu-gitu, endingnya pesertanya dapat CD. Saya gak paham apa yang disampaikan, tiba-tiba disuruh diskusi, ada makan siang, yang penting datang aja biar keren.

Esoknya di kampus, saya tunjukkan CD dan sertifikat ke sahabat saya yang digandrungi akhwat itu, pamer: nih saya juga tahu datang seminar islam… Dia malah kaget, “Lho, kamu datang ke acaranya HTI?” Mendengar pertanyaan itu, saya balik kaget, “Lho kenapa ya emangnya?”

Sejak itu, saya tahu kalau ada banyak kelompok-kelompok kaum muslimin, saya kira cuma Muhammadiyah dan NU. Ternyata ada HTI, ada Ikhwanul Muslimin (IM), NII, LDII, MTA.. Nah yang liqo’ ini ujungnya saya tahu afiliasi mereka ke IM.

Saya mulai mempelajari masing-masing perbedaan antar kelompok, mengenal tokoh-tokoh mereka. Jadi tahu oh ternyata HTI itu tujuannya gini, cirinya gini, IM itu gini, cirinya gini. Saya kadang datang ke obrolannya anak IM, kadang ngobrol dengan anak HTI, pokoknya yang obrolannya agama, ikut nimbrung….

Namun saya mesti berpikir rasional, bahwa pasti ada alasan kenapa kelompok ini begini, kelompok itu begitu, mesti diuji materi, sehingga bisa ketahuan mana yang setidaknya paling bisa saya percaya. Bukan lantas tidak mau repot-repot, ya sudahlah mereka bisa benar, kita bisa benar, yang tahu kebenaran hanya Allah. Wis, lalu jadilah paling toleran, simsalabim, islam nusantara… Nggak gitu, kalo gitu sih nggak perlu ada dakwah saja, nggak perlu diutus Nabi dan Rasul, nggak perlu diturunkan AlQur’an, biar aja setiap manusia percaya dengan keyakinan sendiri-sendiri…

Dalam dunia eksak, selama segala hal yang berbeda bisa dicari pemecahannya, mana yang lebih valid, maka dicari. Bahkan kalo bisa yang berbeda-beda itu diajak bersatu. Sehingga logikanya, bersatu di atas landasan yang kokoh. Bukan sengaja berbeda lalu pura2 bersatu saling toleransi padahal saling sikut. “Kau sangka mereka bersatu padahal hati mereka berpecah belah,” kata ayat dalam Al Qur’an.

Sekarang kan apa-apa ditoleransi, ada kelompok yang penentuan Idul Fitrinya berdasarkan pasang surut air laut, ditoleransi, ada orang ngaku jadi Nabi, ditoleransi, besok ada yang sholat dhuhur 8 rokaat pun pasti ditoleransi. Lha ya udah rusak dakwah ini, tiap mau bilang, “eh ini nggak boleh,” dibales, “kamu merasa bener sendiri, menyesat-nyesatkan orang. Mau memonopoli surga.” Ya sudaaah repot.

Karena itulah pengusung paham buram: saya bisa benar, kamu bisa benar, semua bisa benar, toleran, liberal, itu biasanya datang dari mereka yang kuliah di fakultas non-eksak. Filsafat terutama. Karena sudah dibiasakan berpikir seperti itu. Selama masih bisa ngeles ya ngeles terus. Bermain-main opini saja. Mana yang kelihatan paling keren opininya, paling satir, ya wis, itu yang juara! Nggak urus itu ngawur apa nggak.

Balik ke cerita. Setidaknya satu sisi positif dari hasil bergaul dengan teman-teman HTI dan IM adalah, saya mulai tidak alergi dengan penampilan celana cingkrang dan jenggot. Sebab sebagian teman ada yang begitu. meski saya belum tahu alasannya. Mungkin tren.

Nah, kemudian muncullah sebuah pertanyaan besar: Lalu, kalau orang-orang yang di mesjid dekat rumah, yang cingkrang, jenggotan, itu aliran apa ya?

Mulai deh. Sehabis maghrib biasanya kan ada kajian. Sesekali saya coba duduk di teras mesjid, dengerin yang diomongin si ustadz… Oh, ternyata ustadz itu bicaranya tentang tauhid, syirik, sunnah, bid’ah… Kok kayaknya menarik? Belum pernah nih di kampung ada ceramah kayak gini.

Kemudian lain waktu saya mulai masuk deh ikut kajian itu biarpun nggak ada sertifikat. Sehabis maghrib, malam selasa dan malam sabtu. Asli, saya jatuh cinta. Cara ustadznya menjelaskan, terus banyak hal baru yang saya ketahui dan bikin, “Oh, gitu ya? Oh ternyata gitu?”

Berbeda dengan seminar yang kebanyakan seperti bertele-tele, ustadz di mesjid ini langsung ke poinnya. Dan setelah beberapa kali saya ikuti, ternyata bisa disimpulkan tujuan dakwahnya mereka ini sederhana banget: cuma gimana biar bisa ibadah dengan bener, tahu landasannya, bukan ikut-ikutan. Gimana biar kita terasa hidup dekat dengan Nabi dan para sahabat. Udah. Gitu. Simpel banget. Terlalu simpel malahan.

Nggak ada tujuan bikin negara islam, bikin gerakan rekrut orang, bai’at, kartu anggota, tur ziarah.. Nggak ada. Cuma diajarkan, udah meng-Esa-kan (mentauhidkan) Allah dengan bener belum? ibadah kita selama ini udah sesuai dengan tuntunan Rasulullah belum? Wis, tok, til, itu aja.

Mereka tidak punya penamaan seperti IM atau HTI, sebab konon memang nggak punya nama, cuma berdakwah mengajak pada islam yang murni dan lurus.

Adapun kemudian saya dengar dari orang-orang, bahwa mereka dinamakan wahabi… Ketika saya baca artikel tentang wahabi, itu wuh sadis banget! Konspirasi dengan Inggris, temennya Mamarika, menghancurkan makam Nabi, radikal, ngajarin pegang senjata. Apalagi kalau levelnya sudah utak-atik sejarah, ada buku judulnya Sejarah Berdarah Sekte Wahabi. Kok sangar temen? Padahal realitas yang saya datangi sendiri, nggak ada itu.

Maka terjadi pergolakan besar dalam diri saya. Dimasuki banyak hal-hal yang terasa baru. Wahabi ternyata tidak merayakan maulid, alasannya: soalnya Rasul tidak merayakannya. Simpel banget! Tapi wahabi justru mengajarkan cinta Rasul dengan meneladani beliau. Akhirnya saya tahu, oh, jadi Rasul memerintahkan kain celana di atas mata kaki, pantesan mereka cingkrang.

Saya ragu, apa mau cingkrang juga ya? Duh, nggak keren lagi dong kalau ke kampus. Antara menuruti jiwa muda untuk tampil modis atau menuruti perintah Rasul? Yah kok Rasul nyuruh gini sih? Berat hati. Sebenarnya kalau saya mau menolak, ada jalannya, yaitu embusan dari orang-orang bahwa cingkrang itu ciri teroris, bahwa itu sebetulnya nggak wajib, bahwa jangan terlalu kaku lah dengan dalil, memahami hadits harus dari sudut pandang modern…

Pokoknya opini-opini yang sifatnya menolak dengan cara ngalor-ngidul dulu mencari-cari pembenaran. Sementara wahabi itu simpel banget: Ada dalil, sahih, kerjakan. Tidak ada, tidak perlu dikerjakan.

Tapi yang sederhana begini, masyaAllah… Dihujat di mana-mana. Apalagi di kalangan penulis intelektual filsafat satiris posmodern, seperti jadi musuh bersama.

Wahabi dibilang anti-maulid, tidak cinta Rasul. Padahal saya lihat mereka yang paling meneladani perilaku Rasulullah. Selama di kampung saya nggak tahu kalo Rasul memerintahkan kain celana di atas mata kaki.

Wahabi dibilang tidak mau shalawat. Padahal saya lihat mereka cuma mencukupkan shalawat yang diajarkan Rasul, yaitu shalawat yang biasa dibaca di tahiyat akhir dalam sholat, bukan shalawat hasil ide-ide kreatif.

Wahabi dibilang melarang ziarah kubur, padahal mereka cuma melarang minta-minta sama orang mati meskipun itu wali, bukan ziarahnya yang dilarang.

Juga dibilangnya wahabi mau bikin mazhab baru, padahal pas kajian mereka tetap mengutip pendapat Imam Syafi’, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad. Bahkan mereka selalu mengkaji, jika 4 pendapat imam itu berbeda, maka mana yang lebih mendekati sunnah, itu yang diikuti, tanpa merendahkan keilmuan salah satu dari imam mazhab. Jadi nggak asal, kita mazhabnya syafi’i, lalu fanatik, sampai ada yang nggak mau nikah dengan mazhab lain.

Dan semua yang wahabi lakukan, itu karena ada dalil dari Rasulullah. Bukan karena ingin memecah belah atau tampil beda atau merasa benar sendiri yang lain sesat.

Bahkan saya lihat, wahabi itu yang paling banyak mengalah dari keinginannya. Gimana gak ngalah? Perempuannya bercadar, jilbab lebar hitam. Padahal kalo dipikir-pikir, kan enakan islam yang ditawarkan kaum liberal, beragama tapi bebas nggak terikat apa-apa. Nggak mesti jilbaban, dll.

Jadi kalau ingin berislam tapi nggak mau disuruh ini itu, saya sarankan ikut liberal, selalu dikasih solusi untuk ngeles. Anda males pake jilbab, tenang, jadilah liberal, baca Quraish Shihab, ada solusinya, jilbab itu nggak wajib kok, anaknya aja nggak berjilbab. Bahkan Anda akan bisa merasa lebih jumawa dari mereka yang pakai cadar…. Lha perempuan wahabi, udah cadaran, sumuk, kehilangan kesempatan bersolek, eh malah jadi bahan olokan. Kalau bukan karena kecintaan terhadap sunnah, dijamin mereka gak akan sibuk merepotkan diri seperti itu.

Sejak itu saya gak terpengaruh lagi dengan opini orang tentang wahabi, mau dibilang gak cinta Rasul kek, dibilang suka membid’ahkan orang kek, suka mengkafirkan orang, merasa masuk surga sendiri yang lain masuk neraka. Karepmu! Sebab saya tahu, realitasnya tidak seperti itu. Dan memang kalau ikut opini orang, nggak bakal selesai.

Masih ingat kan kisah bapak, anak, dan seekor onta? Ketika anaknya naik onta, sementara bapaknya jalan sambil nuntun tali onta, orang-orang bilang, “Anak durhaka, enak-enakan di atas, Bapaknya disuruh nuntun.” Mendengar itu, anaknya turun, lalu ganti, bapaknya naik onta, anaknya nuntun. Orang bilang, “Bapak gak tahu kasihan, enak-enakan di atas onta, anaknya malah disuruh jalan.” Maka sekarang, anak dan bapak berdua sama-sama naik onta. Orang-orang bilang, “Gak tahu kasian sama binatang, onta kurus gitu kok dinaiki berdua.” Ujung-ujungnya bapak dan anak sama-sama jalan nuntun onta. Eh orang masih bilang, “Mereka berdua itu kok goblok banget, punya onta tapi gak dinaikin malah dituntun aja.”

Gitulah, di mana-mana, opini orang gak bisa dijadikan acuan. Apalagi opini dari ahlul pelintir bahasa, wuh, hebat-hebat, yang insecure lah, sesat sejak dalam pikiran lah, ini lah, itu lah. Berbeda dengan wahabi ketika mengomentari sebuah aliran tertentu, itu bukan pakai opini pelintir bahasa, tapi langsung ke akarnya.
Ketika mengomentari syiah misalnya. Pengusung toleransi semu akan menyeret opini bahwa syiah dan sunni cuma perbedaan mazhab, politis, diseret tentang hak asasi, minoritas, dst.. Kalau wahabi langsung ke kitab induk syiah. Bahwa syiah ini menyimpang karena mengkafirkan mayoritas sahabat, menyebut Abu Bakar & Umar sebagai dua berhala Quraisy, menganggap Aisyah sebagai pelacur, menghalalkan darah nashibi (ahlus sunnah), memiliki Al Qur’an 3x lebih tebal, syahadatnya berbeda, adzannya beda, menghalalkan kawin kontrak, malam kawin pagi cerai… Itu. To the point. Kalau alasan itu diterima, mereka memuji Allah. Tidak diterima, tetap memuji Allah.

Saya pun mulai rajin mengikuti kajian wahabi, bahkan yang jauh-jauh dan ustadznya sampai dari Arab. Semakin banyak perbedaan yang bisa ditangkap secara kasat mata:

Pertama. Di kampung saya, kalau kiyai/ustadz datang, itu kadang tangannya jadi rebutan, dicium-cium sama jamaahnya. Bahkan cara cium tangannya itu bisa dramatis sekali ada teknik-teknik tersendiri. Apalagi kalo yang datang itu level syaikh pondok ini, atau anak keturunan syaikh itu, wuh tambah jadi rebutan.

Berbeda dengan kajian wahabi. Biarpun penceramahnya level ulama paling senior dan sepuh pun, sewaktu ulama itu datang dan jalan ke depan, jamaahnya biasa aja duduk.

Kalau pakai opini orang, kesannya wahabi tidak menghormati ulama. Padahal saya melihat, mereka menghormati ulama ya karena ilmunya, bukan karena fisiknya atau keturunan siapa, jadi tidak lebay rebutan cium tangan, apalagi seolah mengkultuskan rebutan air liur, diyakini mustajab, hiii.

Wahabi itu nggak pernah nyebut-nyebut syaikh siapa jadi doa berjamaah, bikin haul. Nggak pernah. Sebab mereka beneran cuma menghargai ilmu, tidak berlebihan terhadap tokoh… Beda di kampung saya, fatihah ila hadarotin syaikh ini, syaikh itu, diulang-ulang tiap ada selamatan, tapi orang-orang nggak tahu syaikh itu siapa sih? Buku kitabnya apa? Nggak ada. Pokoknya kiyai nyebut syaikh itu tiap selamatan, ya sudah sampe turunannya tetap nyebut syaikh itu. jamaahnya ya amin-amin saja terus makan rawon.

Yang kedua. Yang namanya pengajian, di kampung saya biasanya identik dengan nyanyi-nyanyi, baca Al Fatihah, awal Al Baqoroh, ayat kursi, sholawat apa gitu panjang, baru setelah itu ada ceramah. Kalo di wahabi, ustadznya datang, duduk, langsung membuka materi dg khutbatul hajah, lalu mengajar, ada istirahat, tanya jawab, abis itu selesai, pulang. Nggak ribet.

Yang ketiga. Kalo di kampung saya, segala jenis ibadah wis tinggal nyontoh saja, kalo ngaji maghrib itu kadang ada pelajaran sholat dari kiyai, ya sudah langsung baca aja rame-rame dari usholli sampai salam. Tapi di wahabi itu ilmiah sekali, tidak asal ikut ustadznya, melainkan diajari memahami bahwa setiap gerakan sholat itu dilakukan karena ada contohnya, kita melakukan ibadah karena memang ada riwayatnya dari Rasul. Kalau nggak ada riwayatnya, ya nggak perlu repot-repot dikerjakan. Sehingga ketika sholat, setiap gerakan kita terasa dekat dg Rasulullah sebab tahu ada rantai yang bersambung.

Hal lain juga. Saya jadi tahu, misalnya, Allah mengampuni semua dosa kecuali dosa syirik. Dosa syirik tidak akan diampuni kalau pelakunya mati sebelum sempat bertobat. Sebab dosa syirik itu paling besar, paling bahaya, sehingga kita mesti tahu cabang-cabangnya. Bahwa perdukunan itu syirik, meyakini hari sial itu syirik, minta-minta ke orang mati itu syirik, jimat itu syirik, ada syirik besar dan syirik kecil, harus waspada dan selalu mengoreksi diri sendiri.

Sejak itu, ngeri lah karena ternyata banyak keyakinan saya selama ini tergolong syirik, seperti keyakinan kalo nabrak kucing berarti sial, pergi gak boleh hari jumat, dst…. Kalau di kampung saya, yang dimaksud syirik ya menyembah patung berhala. gitu aja. Mana ada hari ini orang islam sekonyol itu nyembah patung? Kalau dosa syirik cuma sebatas nyembah patung, alangkah mudahnya itu dihindari?

Apalagi pas tahu banyak hal yang selama ini biasa saya lakukan, ternyata bid’ah, tidak diajarkan Rasul. Saya yang sudah telanjur ngefans dengan sholawat nariyah dan hapal di luar kepala sejak ngaji jaman SD, kaget lho jadi sholawat nariyah itu bid’ah? Sempat gak terima. Tapi tumbuhnya kecintaan untuk mengenal, “Jadi, islam yang aslinya sesuai Nabi itu gimana?” Itu membuat saya rela untuk melepas atribut kefanatikan dan segala hal yang sudah diyakini sejak kecil. Seandainya saya sudah anti sejak awal, kan bisa dengan mudah mudah langsung saya cap, “Wo, wahabi itu menyalah-nyalahkan orang, masak sholawatan aja nggak boleh.”

Saya lalu menyadari, faktor penting orang sulit menerima kebenaran, adalah karena kebenaran itu menghantam keras pada apa yang sudah diyakininya selama ini sebagai kebenaran.

Sama, di masa jahiliyah dahulu, Sebelum Muhammad diangkat sebagai Nabi, beliau sudah digelari Al Amin (yg bisa dipercaya) oleh kaumnya, sebab memang sangat dipercaya, sampai-sampai jika Muhammad berkata, “Ada pasukan musuh di balik gunung ini.” Maka mereka percaya. Tapi setelah mendapat wahyu, mengajak untuk menyembah Allah saja, yang mana itu menghantam keras pada keyakinan kaum Quraisy saat itu, langsung berubah mereka menjuluki Rasulullah jadi Majnun, tukang sihir…

Maka dari itu, ketika ada yang bilang wahabi merasa benar sendiri, itu aneh. Sebab wahabi itu justru orang yang mau mencari kebenaran meski konsekuensinya berat karena harus meninggalkan kebiasaan masa lalu yang sudah dianggap sebagai kebenaran… Kalau sejak awal merasa sudah yakin paling benar, tentu mereka akan tetap dengan keyakinan agama kakek moyang selama ini, nggak mau diingatkan tentang syirik, bid’ah dan lain sebagainya.

Nah. Pada akhirnya, saya salut terhadap mereka ini, yang ikhlas mengajak masyarakat untuk kembali ke agama yang murni, mengingatkan orang bahaya syirik, bahaya bid’ah, meskipun dihujat banyak orang, dituduh sesat, macem-macem. Terserah orang lain menamai mereka wahabi, atau seburuk apapun, itu cuma nama saja, tidak mengubah hakikat…

Tapi anggap saja penamaan wahabi diterima. Coba cek di media netral seperti wikipedia.https://id.wikipedia.org/wiki/Wahhabisme, lalu baca, di mana penyimpangannya? Kenapa kok dimusuhi banget?

Saya juga ingin terus belajar. Semoga kita semua mendapat petunjuk untuk mencari hidayah. Hidayah datang dari Allah. Kita mencari kebenaran bukan untuk menyalah-nyalahkan orang. Selama seseorang ikhlas untuk terus mencari agama Allah yang lurus dan menempuh jalan-jalannya, maka akan disampaikan ke tujuannya.

— Kopas dari status kawan FB

15 comments:

  1. Satu yg tidak dijelaskan Sdr Rio....kelompok ug dikatakan Wahabi ini lebih dikenal srbagai kelompok SALAFI (merujuk pada sebutan generasi awal Islam)...benar kata Sdr Rio mereka Aqidah dan Ilmunya bagus sekali....tapi sayang dari semua kelompok yg pernah sy kenal dan ikuti di Jogja mulai dari HTI, JT(jamaah tanliq), MMI (majelis mujahidin), IM(ikwanul muslimin/PKS), Rausyan Fikir (kelompok Dyiah Imamah Jogja)...Salafi inilah yg paling tidak santun dan ramah terhadap muslim lainya (hablum minannasnya sedikit kurang)...suka membid'ahkan, suka mencap sesat yg lain (macam panitia surga)....sy paham karena kehati-hatian mereka dlm menjaga kemurnian ajaran Islam...pengalaman berdebat dg Salafi sedih rasanya karena besok pasti tidak disapa lagi tidak diucapkan salam lagi walaupun satu jamaah di Masjid. Di Jogja Salafi pecah dua: satu yg mendukung jihad di Ambon pimpinan Ust Ja'far Umar Thalib dg ciri begamis panjang dan berikat kepala spt orang Yaman dan ; satu lagi yg tidak mendukung jihad ke Ambon..dg ciri pakaian celana cingkrang baju koko/kemeja tidak dilipat...kalo ngajipun mereka terpisah..sy pernah lihat satu kelompok ngaji dalam mesjid satu lagi diberanda Masjid...Kenapa mereka dibilang ada kaitan dg Mamarika atau Inggris...karena Salafi ini mengikuti faham yg ada Saudi Arabia (wahabi) dan kita tahu Dinasdi Saudi di jaga dan punya hubungan baik dg Mmarika..dan sejarahnya Pangeran Saud pendiri kerajaan Saudi Arabia buqat atau memberontak kepada keKhalifahan Islam di Turki dibantu agen Inggris Lawrenc The Arabia...Tanpa bermaksud menjelekkan Salafi karena sy juga sering ikut kajian Salafi sy hanya ingin melengkapi tulisan Sdr Rio diatas. "sy Islam just Islam", teman sy pernah bilang: "sy ingin seperti Jamaah Tablig yg mencintai Sunnah yg selaku mengelilingi Ustadnya di Majelis Ilmu, sy juga ingin seperti Salafi (wahabi) yg begitu tegas membedakan ibadah dgn bid'ah, sy juga ingin seperti Muhammadiyah yg moderen pemikirannya dan sy juga ingin seperti NU yg ramah dg kebudayaan". Maaf kalo ada yg salah...

    ReplyDelete
  2. #HAMKA "Bagi kami yang dikatakan kaum muda itu tidaklah keberatan jika dituduhkan Wahabi. Kalau 20 atau 30 tahun yang lalu semasa pengetahuan agama hanya boleh dipercayai oleh mufti-mufti sahaja, mungkin orang takut dikatakan Wahabi.

    Tetapi sekarang orang telah tahu bahawa Wahabi tidak lain adalah daripada penganut Mazhab Hanbali dan memang mazhab Hanbali terkenal mazhab yang keras mempertahankan sunah.

    Dan yang berpengaruh memperbaharui faham Mazhab Hanbali itu ialah Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim.

    Oleh sebab itu bagi kami dituduh Wahabi bukanlah satu penghinaan."

    (Prof HAMKA, Teguran Suci Dan Jujur Terhadap Mufti Johor, 76-77. Selangor: Pustaka Dini 2009).

    PROF. HAMKA: SEMANGAT AYAH DAN FITNAH *Mohd Asri Zainul Abidin (Mufti Kerajaan Negeri Perlis Malaysia) http://drmaza.com/home/?p=2702

    "MUKADIMAH: Madzhab yang dianut oleh penafsir ini adalah Madzhab Salaf, yaitu Madzhab Rasulullah dan sahabat-sahabat beliau serta ulama-ulama yang mengikuti jejak beliau." (Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1 Hal. 38, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

    drmaza.com/home/?p=2702

    ReplyDelete
  3. Tapi Buya Hamka adalah Muhammadiyah...Ayahnya yang mengenalkan Muhammadiyah di Minangkabau..dan Wahabinya yg dimaksud Hamka tak seperti kelompok Salafi sekarang yg hanya bisa membud'ahkan dan menyesatkan yg lainnya....ingat Perang Padri tahah Minang terinspirasi gerakan Wahabi di Saudi setelah 3 orang yaitu Haji Miskin, Haji Piobang, Haji Sumanik pulang dari Mekkah....tapi seperti apa Islam Minangkabau, terjadi negosiasi yg begitu Indah antar agama dan adat dlm pepatah "Adat basandi Syara', Syara' basandi kitabullah"(adat bersendikan syariah dan syariah bersendikan kitabullah)...dan setelah lahir Muhammadiyah sekira tahun 1925 saat di Jogjakarta baru ada 25 cabang di Ranah Minang sudah ada 35 cabang pengurus Muhammadiyah....

    ReplyDelete
  4. Robert Rasmi mungkinkah ini penyebabnya? :D >> "Golongan pembaharuan di Indonesia dan Tanah Melayu juga dituduh wahabi sejak dahulu sehingga hari ini. Prof HAMKA dituduh wahabi, gerakan Kaum Muda yang membela wanita melayu dalam pelajaran dan rumah tangga dilebel sebagai wahabi dan pelbagai lagi. Padahal –walaupun ada beberapa sudut persamaan- di Tanah Melayu pengaruh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha yang lebih kuat. Wahabi telah dijadikan jenama untuk golongan konservatif menuduh musuh-musuh mereka.

    Namun malangnya, ramai pewaris gerakan itu dan golongan yang menggunakan jenama ‘salafi’ memilih untuk bermazhab dengan kejumudan dalam memahami nas-nas agama. Mereka enggan memahami keluasan nas dengan melihat kepada konteksnya yang sepatut. Lalu mereka jumud dalam muamalat sehingga gagal menghidangkan Islam yang dapat menangani perkembangan masyarakat hari ini.

    Maka, ‘wahabi’ menjadi jenama kejumudan bukan lagi keluasan. Ia telah seiras dengan golongan konservatif agama yang sedia ada walaupun berbeza dalam beberapa perkara. Bahkan segelintir golongan yang dinamakan wahabi itu mengharamkan Fiqh al-Waqi ataupun memahami realiti dalam berfatwa. Ini disebabkan kejumudan minda dan kedangkalan memahami Usul al-Fiqh.

    Di samping sibuk dengan isu-isu pinggiran seperti isbal, muzik, mengklasifikasikan orang, menyesatkan mereka yang tidak sealiran, sebahagian mereka yang menggelar diri salafi itu pula sibuk menjadi lidah yang membela para pemerintah yang munkar. Mereka mengumpulkan dalil untuk berhujah tentang kewajipan mentaati pemerintah dalam apa keadaan sekalipun, tapi mereka tidak mengumpulkan dalil tentang haramnya kezaliman, rasuah, penyalahgunaan kuasa, penindasan hak dan pelbagai perkara yang lain. Mereka gagal melihat dalil dalam konteksnya. Mereka mengikut salaf dalam perkara yang mereka mahu, dan meninggalkan salaf dalam perkara yang bertentangan dengan nafsu penguasa yang mereka patuhi.

    Maka jadilah jenama salafi ataupun ‘wahabi’ itu makin disalahfahami dan mengelirukan."

    BINGKISAN TENTANG SAUDI DAN WAHABI *Mohd Asri Zainul Abidin (Mufti Kerajaan Negeri Perlis Malaysia) http://drmaza.com/home/?p=2405

    ReplyDelete
  5. Saya liat yg nulis org ITS tapi ceritanya seputar jogja UGM, oiya copas dr tmn FB. Satu hal yg ingin saya komentari ttg filsafat, kebetulan saya alumni Fil ugm, kecil saya lahir di lingkungan NU dan saya ngaji di TPA guru ngaji saya NU, sejak kecil saya punya curiosity yg tinggi terhadap banyak hal termasuk agama dan Tuhan, dari keingin tahuan itu saya belajar di bnyk tmpt ngaji, bahkan sejak smp saya sudah belajar kristologi dr tmn2 nasrani, lalu sma dari nu hijrah ke muhamadiyah lalu tarbiyah saya jg aktif menjadi pengurus organisasi2 islam saat sma, pas kuliah dijogja saya ngaji ldii juga sempet di prospek jg oleh org2 NII jg hisbut tahrir, kemudian ketika saya lulus kuliah dan dideketin tmn sma saya dulu yg melamar saya dan trnyata dia salafi saya berdebat lama namun akhirnya menerima hehe,,,, point nya apa dari cerita saya? Ada pelajaran yg selalu saya ingat dr asas filsafat
    JIKA km INGIN mencapai kebenaran hindarilah
    1 idols of the mind / arca fikiran : ketika km merasa dirimu paling benar maka akan terhalang menuju kebenaran yg hakiki karna sudah merasa benar sendiri.
    2. Idols of the cave/ arca gua : ilustrasi nya...org yg berada lama dlm goa dia tdk mengetahui kenyataan, bahkan bayangan dr luar gua dikira itulah yg nyata pdhl itu cuman bayangan, ini kategori org yg menganggap kelompok nya paling benar sehingga dia tetap menetap dlm kelompok nya tanpa punya keinginan utk melihat keluar oleh sebab itu golongan spt ini termasuk yg terhalang mencapai kebenaran hakiki
    3. Idols of the market/ arca pasar : ini kategori org yg mudah percaya gosip pasaran, suka mendengar atau melihat isu yg berkembang tanpa mau melihat objek nya langsung, tipe yg begini nih jg terhalang menuju pengetahuan yg hakiki karna apa yg di ketahui hanya semu atau cuman gosip saja pdhl ada fakta dibalik objek yg tdk tertangkap
    Ada satu lagi saya lupa hehe
    Initinya dalam pengertian sederhana filsafat itu adalah proses berfikir, dan di dlm ilmu filsafat banyak mempelajari pemikiran berbagai tokoh...filsafat itu tidak melulu liberal, atheis atau sesat seperti ungkapan saudara di atas 😊😊
    Satu hal lagi...setiap org akan berproses dan masing2 punya fase dalam hidup nya 😊 seperti yg dikisahkan dlm riwayat bahwa ada org yg lahir iman hidup iman mati kafir, ada yg lahir kafir hidup kafir mati kafir, ada yg lahir iman hidup kafir mati iman lagi, ada yg lahir iman, hidup iman, mati kafir, semua sudah ada dlm skenario Allah, jika org2 yg terjun dlm jalan dakwah memahami kinsep hidayah, maka org2 tersebut akan lebih memilih jalan dakwah yg lebih bijak dan bil ma'ruf (dgn kebaikan) saya sangat menghargai tulisan ini mungkin bertujuan utk meluruskan pemahaman khalayak umum yg kebanyakan... mungkin berpandangan minor ttg wahabi/ salafy 😊😊 lebih bagus lagi jika hal2 yg berbau bid' ah yg disebutkan disertai dalil dan dikemas dlm bahasa yg lebih halus sehingga golongan yg biasa melakukannya (Yg disebut bid'ah) bisa memahami letak minor nya dgn refleksi diri bukan merasa dihakimi dan biar tdk tersinggung, sekian jazzakumullah 😊

    ReplyDelete
  6. Bagus semua. πŸ˜„ terima kasih.

    ReplyDelete
  7. Bagus semua. πŸ˜„ terima kasih.

    ReplyDelete
  8. Sebutan "Wahabi" itu adalah senjata Syiah apa bila ingin menyudutkan ahlus sunnah .... padahal Allah adalah Al-Wahhab

    ReplyDelete
  9. Pada saatnya kita akan sampai pada masa kontemplasi masing masing. Yang mana, Islam yang diajarkan Nabi, dan setiap penjelasannya berdalil. Maka lepaskanlah kefanatikan pada kiyai, kiyai maha benar, tidak. Cintai kiyai kita karena ilmunya bukan karena dzatnya. Jangan sampai "apa yang diajarkan kiyai, sudah benar. Titik"

    ReplyDelete
  10. Assalamualaikum, alamat mesjidnya dimana yang mengajarkan sesuai sunah Rasul, Al quran dan hadist?, Jaraknya jauh gak dengan UGM?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tolong dibalas ya atau inbox juga boleh. Syukron

      Delete
    2. Di daerah pogung gan, ada mpd, ada mpr, ada al ashri, dll

      Delete
  11. Semoga Allah menuntun kita kepada kehidupan yang benar, yang sesuai "two manual book of our life" Al-Qur'an dan sunnah :).

    ReplyDelete
  12. Filsafat itu haram, tolong jgn dipelajari

    ReplyDelete
  13. How to get to Las Vegas casinos via shuttle via bus
    λ™λ‘μ²œ 좜μž₯샡 www.casino › how-to-get-to-las-vegas- › www.casino 이천 좜μž₯샡 › how-to-get-to-las-vegas- Pick your favorite table games, restaurants, entertainment, a μ²œμ•ˆ 좜μž₯μ•ˆλ§ˆ relaxing spa and 용인 좜μž₯샡 free 영천 좜μž₯샡 valet parking are just a few of the many ways to go to get to Las

    ReplyDelete

: